Langkah Hijau Sang Gubernur: Sulawesi Utara memperingati Hari Lingkungan Hidup

Berita, Berita Utama, Manado3576 Dilihat

Manado, MZ – Pagi itu, Kamis 5 Juni 2025, langit di atas Pantai Karangria, Sindulang, Manado, masih diselimuti mendung tipis. Angin laut membawa aroma asin dan sesekali menyapu butiran sampah plastik yang terselip di antara pasir.

Di garis pantai yang biasanya lengang, sekitar 750 orang berkumpul dalam barisan rapi: aparat pemerintah provinsi, mahasiswa, prajurit TNI-Polri, hingga relawan lingkungan. Semua mengenakan seragam, namun membawa misi yang sama: melawan salah satu ancaman terbesar ekosistem—polusi plastik.

Gubernur Sulawesi Utara, Yulius Selvanus, berdiri di tengah apel. Di tangannya tergenggam naskah amanat Menteri Lingkungan Hidup dan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Dr. Hanif Faisol Nurofiq.

Dengan suara lantang, ia menyuarakan kegelisahan yang makin meluas: bumi tengah dicekik oleh plastik. Mikroplastik bahkan telah ditemukan dalam air minum, garam, bahkan tubuh manusia.

“Polusi plastik bukan sekadar sampah,” ujar Yulius. “Ia adalah bom waktu ekologis.”

Baca juga:  Wakili Walikota Tomohon, Pelatihan Dekorator Kendaraan Hias Dihadiri Wakil Walikota Sendy Rumajar

Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia tahun ini memang mengusung tema besar: perang terhadap polusi plastik. Tema ini bukan dipilih tanpa sebab. Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) 2023 menunjukkan bahwa dari 56,6 juta ton sampah nasional, lebih dari 10 juta ton adalah plastik.

Ironisnya, hanya 39 persen yang dikelola secara layak. Sisanya dibuang sembarangan, dibakar, atau menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tanpa sistem yang memadai.

Di sela-sela apel, peserta membentangkan spanduk, memungut botol-botol bekas, kantong kresek, dan sedotan yang terdampar di semak-semak. Aksi bersih-bersih itu berlangsung simbolis, namun menyimpan pesan penting: masalah sampah bukan urusan kementerian saja, tapi tanggung jawab bersama.

Pemerintah pusat, dalam dokumen RPJMN 2020–2024, telah menetapkan target ambisius: 100 persen pengelolaan sampah pada tahun 2029. Jalannya akan panjang dan tak mudah. Strateginya dibelah dua: pendekatan hulu dan hilir.

Baca juga:  Sampaikan Aspirasi, Walikota Caroll Senduk Lakukan Audiensi Dengan Kepala BPJN Sulut

Di hilir, pemerintah berencana menutup praktik open dumping secara bertahap dan membangun infrastruktur pengelolaan sampah di 33 kota besar.

Di hulu, langkah lebih politis dan struktural ditempuh: pelarangan impor limbah plastik, pembatasan plastik sekali pakai lewat perda, hingga penyusunan regulasi pelarangan produksi plastik yang sulit didaur ulang.

Gubernur Yulius menyambut kebijakan itu dengan komitmen. “Kami tidak hanya ikut dalam seremoni,” katanya usai apel. “Tapi akan menjadikan ini sebagai agenda kerja nyata pemerintah daerah.”

Dari podium yang sama, Menteri Hanif juga menyampaikan apresiasi kepada para penerima Kalpataru—sebuah penghargaan tertinggi bagi pejuang lingkungan.

 

Di balik nama-nama itu terselip kisah-kisah sunyi: petani yang memulihkan hutan gundul, guru yang mengajarkan ekonomi sirkular di sekolah, anak muda yang menolak gaya hidup instan demi bumi yang lestari.

Kepada dunia usaha, pesan yang disampaikan tak kalah tegas. Produksi harus diarahkan pada tanggung jawab. “Desain produk yang bisa diisi ulang, digunakan ulang, dan mudah didaur ulang,” tegas Menteri.

Baca juga:  Demi Tingkatkan Pelayanan dan Keandalan, PLN Akan Melakukan Pemadaman Listrik di Manado dan Minsel

Bahkan Generasi Z dan Alpha pun diminta tampil sebagai agen perubahan—dengan kebiasaan sederhana seperti membawa botol sendiri, menolak sedotan plastik, hingga menyuarakan isu lingkungan di media sosial.

Indonesia kini menjadi bagian penting dalam forum global. Pada Agustus mendatang, delegasi Indonesia akan duduk di meja perundingan di Jenewa, dalam forum INC-5.2, untuk membahas konvensi internasional yang mengikat secara hukum demi menghentikan polusi plastik.

Di penghujung apel, suara Gubernur Yulius kembali menggema. “Bumi tidak membutuhkan kita. Kitalah yang membutuhkan bumi,” kutipnya dari naskah pidato Menteri.

Pantai Karangria pagi itu menjadi saksi bahwa perjuangan menyelamatkan lingkungan hidup bukan sekadar slogan, tetapi janji—yang harus terus dihidupi.(Jamuar)

Yuk! baca BERITA menarik lainnya dari MANADO ZONE di GOOGLE NEWS dan Saluran WHATSAPP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *