Manado, MZ – Di ujung Jalan Bethesda, Manado, papan nama besar bertuliskan “ODSK” itu kini tinggal bayang.
Tak ada seremoni, tak ada pernyataan resmi. Namun yang pasti, nama yang dulu mengiringi rumah sakit megah milik Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara itu telah lenyap, dicopot secara senyap pada akhir pekan lalu.
Sejak awal 2025, rumah sakit itu mulai disebut dengan nama birokratis: RSUD Tipe B Provinsi Sulut.
Pergub Sulut Nomor 12 Tahun 2022 menjadi alasannya. Penataan kelembagaan, alasan pemerintah. Profesionalisme birokrasi, dalih yang disampaikan.
Namun publik punya tafsir berbeda. Di ruang-ruang digital, warga Sulawesi Utara menyuarakan sesuatu yang lebih mendalam: sejarah, identitas, dan kebanggaan.
“Kalau ODSK hanya branding politik, mari beri rumah sakit ini nama yang punya makna sejati: Marie Thomas,” tulis seorang warga di media sosial X (dulu Twitter).
Usul itu bukan asal bunyi. Marie Thomas adalah sosok yang tak asing di dunia kedokteran. Ia adalah dokter perempuan pertama Indonesia, lahir di Likupang tahun 1896, saat negeri ini masih dibawah bayang kolonialisme.
Perjuangannya menembus dunia pendidikan kedokteran yang kala itu tertutup bagi perempuan, membuka jalan bagi ratusan bahkan ribuan perempuan Indonesia di kemudian hari. Ia bukan hanya simbol kesetaraan, tetapi juga dedikasi tanpa pamrih di dunia kesehatan.
Warganet Sulut menangkap semangat itu. Mereka meminta pemerintah memberi nama rumah sakit bukan dari akronim program politik, tetapi dari sosok yang telah membuktikan pengabdiannya tanpa perlu panggung.
“Kalau kita ingin rumah sakit ini menjadi pusat layanan kesehatan dengan jiwa yang hidup, maka semangat Marie Thomas-lah yang harus mengalir di setiap lorongnya,” kata seorang dokter muda lulusan Unsrat saat ditemui Manadozone di Manado.
Di berbagai kanal digital, dukungan terus mengalir. Nama Marie Thomas disebut dalam ratusan unggahan, petisi daring mulai beredar, dan diskusi publik mulai mengerucut pada satu pertanyaan sederhana:
Mengapa tidak dari awal diberi nama Marie Thomas?
Pergantian nama memang soal kebijakan, tapi dalam demokrasi, nama juga bisa jadi cermin keberanian untuk menempatkan sejarah di tempatnya.(nando)