Manadozone || Opini – Bila Surabaya dikenal sebagai ‘Kota Pahlawan’ karena Peristiwa 10 Nopember 1945 maka Manado adalah ‘Kota Pejuang’ karena Peristiwa 14 Pebruari 1946. Julukan Surabaya Kota Pahlawan dianugerahkan Bung Karno pada tgl. 10 November 1950 sekaligus menetapkan tgl. 10 November sebagai hari untuk memperingati Pertempuran Surabaya melawan tentara Britania Raya dan Belanda yang kemudian diformalkan jadi ‘Hari Pahlawan’ melalui Keppres No. 316 tgl.16 Desember 1959. Peristiwa perebutan kekuasaan NICA yang ditandai dengan dikibarkannya sang saka Merah Putih di Tangsi Militer KNIL di Teling, Manado, Sulawesi Utara pada tgl.14 Februari 1946 adalah perjuangan mengukuhkan Proklamasi 17-8-1945 yang senafas dengan Peristiwa 10 Nopember 1945 di Surabaya.
Harus diingat, sejarah mencatat bahwa Belanda baru mengakui kemerdekaan Republik Indonesia pada tgl. 27 Desember 1949, yaitu ketika penyerahan kedaulatan (soevereiniteitsoverdracht) ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam. Pada Peringatan Peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946 di Istana Negara tgl 10 Maret 1965, Bung Karno memaklumkan kepada rakyat Indonesia bahwa 14 Pebruari adalah Hari Sulawesi Utara yaitu hari yang dikenang sebagai perjuangan mendukung terbentuknya Republik Indonesia yang diproklamasikan di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945.
Seyogianya dan harapan kita bersama agar kelak ada Keppres yang menetapkan tanggal 14 Pebruari sebagai Hari Pejuang yang bukan Hari Libur Nasonal seperti yang berlaku bagi Hari Pahlawan.
Partisipan Kawanua Informal Meeting (KIM) bersama Walikota Manado Dr. GS Vicky Lumentut dan Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih (GPPMP) serta kita sekalian terpanggil untuk memperjuangkan terbitnya Keppres 14 Pebruari sebagai “Hari Pejuang”.yang merujuk pada nilai-nilai perjuangan dan kejuangan “Peristiwa Merah Putih” tgl.14 Pebruari 1946 di Manado
(Max Wilar, di hari Peringatan 48 tahun wafatnya Bung Karno, tgl. 21 Juni 2018)