Penulis: Fiko Onga – Stafsus Gubernur Bid. Politik & Kebijakan
Manado, MZ – Visi besar Provinsi Sulawesi Utara dibawah Gubernur Mayjen (Purn) Yulius Selvanus, SE yakni Menuju Sulawesi Utara Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan yang kemudian dinarasikan secara integral dalam Rancangan Awal RPJMD 2025–2029 yang berorientasi pada tiga metafora utama: laut biru (ekonomi kelautan berkelanjutan), langit biru(energi bersih dan aksi iklim), serta daratan hijau (pertanian agroekologis dan desa digital).
Dengan mengintegrasikan analisis dari berbagai artikel ilmiah internasional, tulisan ini memberi apresiasi atas arah Gagasan Besar Gubernur YSK sapaan akrab Bpk Yulius Selvanus yang kemudian di internalisasi terhadap kebijakan yang progresif sekaligus mencatat tantangan yang bisa diatasi melalui tata kelola pemerintahan yang partisipatif dan komitmen kuat dari Gubernur Sulawesi Utara.
Narasi ini tidak hanya memuji, tetapi juga mengajak publik untuk turut mengawal transisi pembangunan berkeadilan dan Berkelanjutan di Sulut. Sebuah refleksi kritis dan konstruktif tentang bagaimana daerah pesisir Indonesia bisa menjadi pelopor pembangunan berkelanjutan di bibir pasifik.
Di batas cakrawala Indonesia bagian utara, ketika laut biru memantulkan cahaya langit yang bersih, dan gugusan daratan hijau menghampar dengan keanggunan tropis, sebuah gagasan baru tengah tumbuh dalam arah pembangunan Provinsi Sulawesi Utara. Gagasan ini bukan sekadar program pembangunan, melainkan pernyataan niat kolektif: bahwa kemajuan ekonomi dan keadilan ekologis dapat berjalan bersama, jika dikelola dengan niat baik, kapasitas teknis, dan semangat kolaboratif.
Tiga metafora—laut biru, langit biru, dan daratan hijau—bukan sekadar simbol puitis, melainkan fondasi strategis pembangunan daerah yang mengakar dalam realitas geospasial Sulut sebagai provinsi kepulauan, pesisir, dan pertanian tropis.
Laut Biru: Arah Baru Ekonomi Maritim yang Berkeadilan Tak dapat disangkal bahwa Sulawesi Utara memiliki kekayaan maritim yang luar biasa. Dari Likupang hingga Talaud, dari pesisir Bitung hingga pesisir timur selatan bolaang mongondow.
Ruang laut menjadi urat nadi kehidupan sosial dan ekonomi. Karena itu, program prioritas seperti pengembangan Fishing Port and International Fish Market di Likupang, revitalisasi PPI, dan pelatihan nelayan adalah langkah konkret yang patut diapresiasi.
Pendekatan ini sangat sesuai dengan prinsip blue economy sebagaimana diteorikan oleh World Bank (2021), yakni pengembangan ekonomi berbasis kelautan yang tetap menjaga keberlanjutan ekosistem dan keterlibatan masyarakat pesisir.
Lebih lanjut, studi Voyer et al. (2018) dalam Marine Policy menunjukkan bahwa keberhasilan ekonomi biru sangat ditentukan oleh partisipasi masyarakat lokal, penguatan regulasi zonasi laut, dan integrasi antar sektor—hal-hal yang secara eksplisit mulai dimasukkan dalam kerangka kebijakan pembangunan Sulut.
Meski tantangan seperti konflik zonasi dan keterbatasan data spasial masih membayangi (Andres et al., 2023, Nature Sustainability), semangat reformasi birokrasi dan keterbukaan yang ditunjukkan oleh Pemprov membuka ruang alternatif solusi untuk pembangunan berkelanjutan.
Langit Biru: Komitmen Terhadap Energi Bersih dan Aksi Iklim Langit biru menjadi lambang aspirasi tinggi, bahwa pembangunan tidak boleh meninggalkan langit yang kita warisi dari generasi sebelumnya. arah kebijakan Gubernur YSK untuk Sulut telah secara progresif menempatkan isu perubahan iklim sebagai dimensi utama kebijakan publik, melalui pengembangan Climate Action Plan, bauran energi terbarukan, dan peningkatan rasio elektrifikasi.
Dalam literatur internasional, keberhasilan implementasi energi bersih di daerah kepulauan sangat terkait dengan pembangunan renewable mini-grids yang berbasis surya dan hidro (IRENA, 2022).
Penelitian Gurung & Oh (2013) bahkan menegaskan bahwa pembangunan energi terbarukan di wilayah kecil bukan sekadar isu teknologi, melainkan soal keadilan energi dan inklusi sosial. Oleh karena itu, inisiatif Gubernur YSK untuk kerangka kerja pembangunan sulawesi utara untuk membangun infrastruktur energi bersih patut didukung—sepanjang ia juga disertai dengan penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) lokal dan skema pemeliharaan jangka panjang.
Daratan Hijau: Keberlanjutan Pangan dan Desa sebagai Pilar Ketahanan Sektor pertanian dan kehutanan tidak kalah penting. Dalam metafora daratan hijau, kita melihat upaya konkret untuk memperluas food estate, memperkuat industri hortikultura, dan mengembangkan smart village yang mengintegrasikan layanan publik berbasis teknologi.
Ini sejalan dengan riset Altieri & Nicholls (2020) di Agroecology and Sustainable Food Systems yang menekankan pentingnya sistem pertanian berkelanjutan yang berbasis agroekologi, diversifikasi tanaman, dan perlindungan biodiversitas.
Lebih dari itu, pendekatan daratan hijau juga bermakna pemberdayaan ekonomi desa melalui digitalisasi dan inovasi pelayanan.
Studi Zhang et al. (2022) dalam Sustainability menyebut bahwa transformasi desa akan efektif jika disertai integrasi teknologi, kapasitas kelembagaan desa, dan konektivitas antarwilayah. Dalam hal ini, Sulawesi Utara sudah menunjukkan arah kebijakan yang cerdas dan terstruktur.
Catatan Kritis
Mengelola Transisi, Mengukuhkan Komitmen Tentu saja, tidak ada desain kebijakan yang sempurna.
Beberapa hal masih menjadi tantangan serius: kapasitas fiskal daerah, koordinasi lintas sektor, dan ketergantungan terhadap arahan pusat. Studi Howlett et al. (2020) di Journal of Comparative Policy Analysis mencatat bahwa seringkali, kebijakan subnasional di sektor lingkungan gagal bukan karena niat buruk, tetapi karena lemahnya kepastian peran, data, dan pengawasan.
Namun saya memberikan optimeisme dan percaya melalui gagasan besar ini, Gubernur YSK mampu mengelola tantangan ini. Dengan kombinasi antara political will, kepemimpinan birokrasi yang visioner, dan partisipasi aktif masyarakat serta mitra pembangunan, Sulut punya peluang menjadi pionir subnational sustainable governance di kawasan timur Indonesia.
Penutup
Dari Simbol ke Aksi Nyata Laut Biru, Langit Biru, dan Daratan Hijau bukanlah sekadar slogan. Ia adalah narasi pembangunan yang utuh—mengandung keindahan geografis, keunggulan strategis, dan tekad moral. Ketika langit tetap bersih, laut tetap memberi kehidupan, dan hutan tetap rimbun, maka pembangunan tidak hanya mengangkat angka, tapi juga martabat manusia dan alam. Mari kita kawal bersama gagasan besar ini, bukan dengan sinisme, melainkan dengan dukungan kritis dan cinta pada masa depan Sulawesi Utara.
Referensi:
1. Voyer, M., Quirk, G., McIlgorm, A., & Azmi, K. (2018). The Blue Economy in Asia-Pacific. Marine Policy, 87, 18–26.
2. Andres, J. M., et al. (2023). Fragmented Marine Governance in Indonesia: Reform Challenges. Nature Sustainability, 6, 412–421.
3. Gurung, A. & Oh, S. (2013). Towards Sustainable Mini-Grid Development in Islands. Energy Policy, 59, 467–472.
4. Altieri, M. A. & Nicholls, C. I. (2020). Agroecology and Resilient Food Systems. Agroecology and Sustainable Food Systems, 44(5), 561–578.
5. Zhang, H., Lin, X., & Zhao, Q. (2022). Smart Village and Rural Sustainability: A Case from China. Sustainability, 14(10), 6247.
6. Howlett, M., Ramesh, M., & Wu, X. (2020). Designing Subnational Governance for Sustainability. Journal of Comparative Policy Analysis, 22(2), 213–230.